Hukum Pernikahan Beda Agama Dalam Islam
Hukum Pernikahan Beda Agama Dalam Islam
Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah dalam Islam. Setiap manusia yang telah dewasa, dan sehat jasmani rohani pasti membutuhkan teman hidup. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologisnya, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang diajak bekerja sama demi mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Menurut bahasa, nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah, nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan tubuh antara keduanya atas dasar sukarela dan persetujuan bersama demi mewujudkan keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah SWT.
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau.
Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
- Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
- Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah
- Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak
- Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.
Pembagian Pernikahan Beda Agama Dalam Islam
Didalam kehidupan kita saat ini pernikahan antara dua orang yang se-agama merupakan hal yang biasa dan memang itu yang dianjurkan dalam agama kita. Tetapi dengan mengatasnamakan cinta, saat ini lazim (namun belum tentu diperbolehkan agama) dilakukan pernikahan beda agama atau nikah campur. Hal ini sebenarnya sudah diatur dengan secara baik di dalam agama kita, agama Islam.
Secara umum pernikahan lintas agama dalam Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Pernikahan antara pria muslim dengan wanita non-muslim
2. Pernikahan antara pria non-muslim dengan wanita muslimah
Namun sebelum kita membahas tentang pernikahan tersebut diatas, sebaiknya kita perlu mengetahui tentang pengertian non-muslim di dalam Islam. Golongan non-muslim sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
- Golongan Orang Musyrik
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman 282 karya As Syech Muhammad Ali As Shobuni, orang musyrik ialah orang-orang yang telah berani menyekutukan ALLAH SWT dengan mahluk-NYA (penyembah patung, berhala atau semacamnya).
Beberapa contoh golongan orang musyrik antara lain Majusi yang menyembah api atau matahari, Shabi’in, Musyrikin, dan beberapa agama di Indonesia yang menyembah patung, berhala atau sejenisnya
- Golongan Ahli Kitab
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman As Syech Muhammad Ali As Shobuni, Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As. atau mereka yanga berpegang teguh pada Kitab Injil yaitu agama Nabi Isa As. Atau banyak pula yang menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan Nasrani.
Mengenai istilah Ahli Kitab ini, terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan Ulama’. Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa mereka semua kaum Nasrani termasuk yang tinggal di Indonesia ialah termasuk Ahli Kitab. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ahli Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah sejak nenek moyangnya dahulu) ketika diturunkan sudah memeluk agama Nasrani. Jadi kaum Nasrani di Indonesia, berdasarkan pendapat sebagian Ulama’ tidak termasuk Ahli Kitab.
1. Pernikahan Antara Pria Muslim Dengan Wanita Non-Muslim
Didalam Islam, pernikahan antara antara pria muslim dengan wanita non-muslim Ahli Kitab itu, menurut pendapat sebagian Ulama’ diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada Firman ALLAH SWT dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya
“(Dan dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan orang-orang yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan Ahli Kitab sebelum kamu ”.
Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut, yaitu :
- Jelas Nasabnya
Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek moyangnya adalah Ahli Kitab, jadi seperti kesimpulan para Ulama’ di atas, sebagian besar kaum Nasrani di Indonesia bukan merupakan golongan Ahli Kitab, seperti halnya juga kaum Tionghoa yang beragama Nasrani di Indonesia.
- Benar-benar Berpegang Teguh Pada Kitab Taurat dan Kitab Injil
Apabila memang apabila mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Injil (yang benar-benar asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk Islam, karena sebenarnya pada Kitab Taurat dan Injil yang asli telah disebutkan bahwa akan datang seorang Nabi setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu Nabiullah Muhammad SAW. Dan apabila mereka mengimani akan adanya Nabiullah Muhammad SAW, pasti mereka akan masuk Islam
- Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya fitnah
Ada beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Sahabat Thalhah, Sahabat Hudzaifah, Sahabat Salman, Sahabat Jabir dan beberapa Sahabat lainnya, semua memperbolehkan pria muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Sahabat Umar bin Khattab pernah berkata
“Pria Muslim diperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab dan tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab menikah dengan wanita muslimah”.
Bahkan Sahabat Hudzaifah dan Sahabat Thalhah pernah menikah dengan wanita Ahli Kitab tetapi akhirnya wanita tersebut masuk Islam. Dengan demikian, keputusan untuk memperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan Ijma’ (artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.) para Sahabat. Ulama’ besar Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa jika ada Ulama’ Salaf yang mengharamkan pernikahan tersebut diatas, maka riwayat tersebut dinilai tidak Shahih
Demikian pula Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 per-tanggal 9-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M (disini) tentang haramnya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Meskipun fatwa itu diusung dengan merujuk pada beberapa dalil naqli, tetap saja menghapus kebolehan pria muslim menikah dengan wanita Ahli Kitab sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 5 tersebut diatas. Dan rupanya fatwa itu dikeluarkan karena didorong oleh keinsafan akan adanya persaingan antara agama. Para Ulama’ menganggap bahwa persaingan tersebut telah mencapai titik rawan bagi kepentingan dan pertumbuhan masyarakat muslim
Namun ada pula Ulama’ yang secara tegas mengharamkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab. Para Ulama’ ini mendasarkan pendapatnya pada Firman ALLAH Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 yang berarti
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang muslim itu lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman . sesungguhnya budak mukmin itu lebih baik daripada musyrik, walaupun mereka menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan ALLAH mengajak ke surga dan ampunan dengan ijinNYA. Dan ALLAH menerangkan ayat-ayatNYA (perintah-perintahNYA) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”
Dan juga Al-Quran Surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berarti
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. ALLAH mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada (suami-suami) mereka orang-orang kafir. Mereka tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayarkan. Demikianlah hukum ALLAH yang ditetapkanNYA diantara kamu, dan ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Disamping itu, mereka juga berpegangan kepada perkataan Sahabat Abdullah bin Umar yang berarti
“tiada kemusyrikan yang paling besar daripada wanita yang meyakini Isa bin Maryam sebagai tuhannya”.
Dalam Kitab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum pernikahan dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 dan QS. Al-Mumtahanah ayat 10 diatas telah dihapus (mansukh) oleh QS. Al-Maidah ayat 5. Karenanya yang berlaku adalah hukum dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab
Sedangkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah, menurut kesepakatan para Ulama’ tetap diharamkan, apapun alasannya, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah
2. Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut kalangan Ulama’ tetap diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria musyrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang mungkin bertentangang dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan
Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa ALLAH SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka ALLAH SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran. Karenanya , berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT melarang pernikahan tersebut.
Dalam Kitab tafsir Al-Tabati karya Imam Ibnu Jarir At-Tabari, menuturkan Hadits Riwayat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Kami (kaum muslim) menikahi wanita Ahli Kitab, tetapi mereka (pria Ahli Kitab) tidak boleh menikahi wanita kami”
Menurut Imam Ibnu Jarir At-Tabari, meskipun sanad-sanad Hadits tersebut sedikit bermasalah, maknanya telah disepakati oleh kaum muslimin, maka ke-hujjah-annya dapat dipertanggungjawabkan.
Kesimpulan
Sebenarnya pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab diperbolehkan dalam Islam, tetapi karena saat ini sangat sulit sekali ditemui wanita Ahli Kitab yang benar-benar “Ahli Kitab”, maka saya dapat simpulkan bahwa pernikahan beda agama yang ada saat ini tidak dapat dikatakan sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang benar-benar berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Kitab Injil. Karena kedua Kitab suci tersebut yang ada saat ini bukan Kitab Taurat dan Injil yang asli. Sedangkan bagi wanita muslimah yang menikah dengan pria non-muslim, baik pria musyrik maupun pria Ahli Kitab tetap dihukumi haram
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya; karena keturunannya; karena kecantikannya dan karena baik kualitas agamanya. Maka pilihlah wanita yang baik kualitas agamanya, niscaya kalian akan beruntung”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka bagi kaum muslimin dan muslimah, alasan pernikahan beda agama dengan alasan cinta, kesamaan hak, kebersamaan, toleransi atau apapun alasannya tidak dapat dibenarkan.
Perlu pula ditegaskan bahwa masalah pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab hanyalah suatu perbuatan yang dihukumi boleh dilakukan, namun bukan anjuran, apalagi perintah. Karenanya pernikahan yang paling ideal dan yang bisa membawa kita selamat di dunia maupun akhirat serta membawa keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah adalah pernikahan dengan orang seagama yaitu Islam.
Wallahu ‘alam bisshowaab
Diambil dari tugas kelompok mata pelajaran Agama Islam SMA Negeri 8 Malang tahun 2005, anggota kelompok : Muhamad Yoesuf, Didin Erawati, Nuria Mauludiah, Firmansyah, Wahyu Tri Admadja
Terimakasih kepada Habib Muchsin Bareng Kartini Malang atas sumber informasinya
terimakasih
tapi yang ingin saya tanyakan, bagaimanakah proses pernikahan antara orang muslim dan non muslim(nasrani)? apakah melalui KUA atau menikah di greja dsb???
di tunggu balasannya
semua kesalahan, kekhilafan, ketidaksempurnaan memang datang dari kebodohan saya
Maaf pak saya kristen kebetulan saya baca blog anda,saya tidak menyalahkan agama baik agama islam maupun agama kristen,tapi saya pernah mengalami di atas,saya pacaran dengan wanita dari minang yang taat islamnya sedangkan latar belakang saya kristen tapi tidak terlalu taat,tapi kami saling menyayangi,dia menghormati aku dan aku juga menhormati dia,tapi karna beda agama ketika orang tua kami tau kami di pisahkan sakit hati juga,bahkan sampai sekarang rasa sakit masih ada meskpun dendam kepada ortu dia dan aku sudah mulai hilang di hati tapi sakit jika melihat dia sudah bersama suaminya,sebenarnya dia juga sayng sama aku,tapi kayak mana dia sekarang sudah nikah,dinikahin ama ortunya,sekarang yang saya mau tanya kenapa saya sulit menghilangkan perasaan itu sama dia?karna perasaan itu saya jadi alergi sama cewek,walaupun sama dengan agama saya,mungkin bapak sudah punya pengalaman atau mugkin pernah membantu orang seperti sya,banyak orang menghina cinta kami berdua tapi saya hanya trtawa rata rata orang yang menjelakkan cinta kami berdua adalah orang yang suka mempermainkan cinta bahkan lebih bobrok dari hewan,tapi saya maklumin karna mereka belum merasakan yang apa saya rasakan,yang sya mau tanya kayak mana menghilangkan pereasaan sakit hati ni pak?
Wahh kalau pertanyaan ini mohon maaf mas, kok saya merasa saya bukan orang yang tepat untuk jawab pertanyaannya mas Paulus. Saya takut salah jawabnya mas..
Mohon maaaaf sekali ya mas, belum bisa bantu mas..
COBA BACA BAIK-BAIK DALIL DARI AL-QUR’AN DIBAWAH INI :
(QS.AL BAQARAH AYAT: 221)
Semoga bermanfaat..
Semoga Allah memberi keberkahan dan istiqomah di jalan Allah.
Jangan khawatir mas/mbak, selama mas/mbak mau terus belajar mengenai agama kita, saya yakin Allah pasti bantu… Insyaallah. Lagian kami yang terlahir muslim belum tentu lebih baik drpd mas/mbak yang muallaf.
Setahu saya (mohon maaf jika kata2 yang saya pilih menyakiti mas/mbak) tidak ada dalam istilah kita di agama Islam itu anak haram spt di tengah masyarakat. Yang haram adalah hubungan Ibu Bapak yang tidak sesuai syariat. Status mas/mbak di mata kami ya sama seperti orang lain yang terlahir fitrah. Tapi saya teringat ucapan guru saya yang menyebutkan jika anak dari hubungan orang tua yang tidak halal itu, jika dia cewek, ayahnya tidak berhak menjadi wali ketika anaknya menikah, jika dipaksakan takutnya pernikahannya jadi tidak sah karena di wali kan oleh orang yang tidak berhak. Jadi kalau cewek nanti nikahnya sebaiknya menggunakan wali hakim. Dan satu lagi, secara hukum Islam, anak dari hasil hubungan yang tidak halal tidak berhak atas warisan dari ayahnya, kecuali ayahnya menghibahkan atau menghadiahkan bukan mewariskan.
Sebelumnya mohon maaf jika perkataan saya salah dan menyakiti, saya juga akan coba menanyakan kembali ke guru saya mengenai hal ini
Wallahua’lam Bisshowaab.
# Kalau (ada) dari kalian yang menegaskan kalau pernikahan itu haram, bagaimana keberadaan saya di mata kalian? #
jujur batin saya saya mencintai ALLAH, tapi apa daya saya hanya manusia biasa..
apa yang saya lakukan????
Curhat aja sama Allah, Allah jauh lebih dekat dan jauh lebih tau mbak dari siapapun di dunia ini, Allah kan Maha Pembolak Balik Hati, terus aja minta mbak.. jangan sungkan, niatnya mbak kan baik untuk menikah di jalan Allah, ya masa Allah yang kasi perintah itu gak mau bantu mbak yang mau mengikuti perintahNYA..
Yaa kan siapa tau mbak ditemuin sama orang lain yang jauh lebih baik daripada yang sekarang, atau bahkan Allah kasi hidayah buat sang adam ini.. amiiinn.. hal hal kayak gini mah guaaammpaaanggg banget buat Allah.. yakin deh..
Oh iya kalo boleh ngutip ajarannya mas Ippho n Ust. Yusuf Mansur, tugas kita mah cuma buat memantaskan diri buat sang calon imam or makmum kita. Kalo pengen dpt yang alim ya kita nya juga kudu alim biar seimbang. Perbanyak juga sholat tepat waktu n berjamaah di masjid, perbanyak sholat sunnah qobliah ba’diah nya, sholat dhuha n tahajjud nya, n jangan lupa sedekahnya..
Insyaallah saya ikut doain untuk kebaikannya mbak..
Amin…
Wallahua’lam Bisshowaab..
> Manusia berselisih bukan karena Tuhan tapiii karena manusia memiliki akal dan nafsuuuuuuuu…sehingga manusianya sendirilah yang menyebabkan perselisihan.
Banyak guru saya yang terlibat pernikahan seperti hal tersebut. Lalu bagaimana mereka mendapatkan akta nikah secara sah? lalu jika menikah di luar negri, bagaimana mengurus akta kelahiran anak?
Mohon bantuannya.
“Sah menurut apaaaaa? Sah menurut hukum negara atau sah menurut hukum agama…?”
“mana yg mau anda yakini….menikah dengan aturan agama atau menikah dengan aturan negara?
“inilah yg menjadi salahsatu komplikasi kenapa menikah beda agama tidak diperkenankan…….bukan karena aktenya tapiiiiiii anak ikut agama siapaaaaaa…..
calon suami menerima tetapi mertua tidak. Sehingga malah memberikan beban sendiri terhadap suami. Nah ini yang saya bingungkan,
sori ya bang kalo ada kata2 gue yang salah..
terimakasih
Mohon bantuannya saran dan kritikannya ya,,
Terimakasih,,,
Wasalam,,
-ada Pengantin lelaki
-ada Pengantin perempuan
-Wali
-Dua orang saksi lelaki
-Ijab dan kabul (akad nikah)
- Agama Islam
- Tidak dalam paksaan
- Pria / laki-laki normal
- Tidak punya empat atau lebih istri
- Tidak dalam ibadah ihram haji atau umroh
- Bukan mahram calon istri
- Yakin bahwa calon istri halal untuk dinikahi
- Cakap hukum dan layak berumah tangga
- Tidak ada halangan perkawinan
- Beragama Islam
- Wanita / perempuan normal (bukan bencong/lesbian)
- Bukan mahram calon suami
- Mengizinkan wali untuk menikahkannya
- Tidak dalam masa iddah
- Tidak sedang bersuami
- Belum pernah li’an
- Tidak dalam ibadah ihram haji atau umrah
http://tafany.wordpress.com/2007/12/17/rukun-syarat-nikah/
http://fiqhsunnah.blogspot.com/2011/01/syarat-sah-nikah.html
http://ayonikah.net/rukun-syarat-nikah
saya mohon bantuannya, saya alhamdulillah seorang muslim, kebetulan saya masih kuliah, saya sudah menjalin hubungan hampir 29 bulan dengan seorang wanita nasrani.
kami menjalaninya dengan penuh toleransi. tapi memang kami menjalaninya dengan sembunyi sembunyi (backstreet).
tapi suatu ketika orang tua saya mengetahui hal ini terutama ayah saya, beliau jelas menentang keras hal tersebut. saya bisa terima hal tersebut, karena memang saya sadar bahwa hal ini di haramkan, walaupun saya tau ini baru hanya berpacaran namun dengan perasaan yang tidak berubah, hubungan seperti ini bisa berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi (pernikahan).
saya memang sudah tidak menjalin hubungan yang special lagi dengan dia (berpacaran) namun tidak munafik, saya pernah menjalin hubungan yang cukup lama dengan dia dan sampai saat ini rasanya sulit untuk melupakan apa yang telah kami lewati, begitupun dengan dia.
terima kasih. wasalamualaikum
Ya semoga generasi muda muslim ngga termakan ajaran-ajaran sesat kayak gitu, cuma demi cinta mau ngorbanin dirinya masuk ke golongan orang-orang yang melakukan -maaf- zina.
Semoga ALLAH SWT nolong kita semua mas, amin